Tampilkan postingan dengan label Bahasa Dan Automata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bahasa Dan Automata. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 29 Juli 2017

PENERAPAN KONSEP BAHASA AUTOMATA

Teori automata yang selama ini lebih banyak diterapkan dalam bidang tata bahasa formal khususnya dalam pengembangan sebuah compiler, juga dapat digunakan untuk
melakukan pemodelan dan pendekatan pemecahan masalah masalah yang berkaitan
dengan aplikasi aplikasi di dalam bidang kecerdasan buatan. Pada tulisan ini akan
diterapkan teori automata sebagai pendekatan pemecahan masalah dalam dua bidang aplikasi kecerdasan buatan, yaitu aplikasi permainan Ember Air dan aplikasi sistem pakar.

Teori Automata

Automata berhingga

Automata adalah suatu mesin sekuensial (otomatis), yang menerima input
(dari pita masukan ) dan mengeluarkan output, keduanya dalam bentuk diskrit. Automata mempunyai sifat-sifat
• Kelakuan mesin bergantung pada rangkaian masukan yang diterima mesin
tersebut.
• Setiap saat, mesin dapat berada pada satu status tertentu dan dapat berpindah ke
status baru karena adanya perubahan input.
• Rangkaian input (diskrit) pada mesin automata dapat dianggap sebagai bahasa
yang harus “dikenali” oleh sebuah automata. Setelah pembacaan input
selesai, mesin automata kemudian membuat “keputusan”.
Jenis- jenis automata :
Jenis                                      Pita masukan                       Arah Head      Memori
Finite State                                   Read Only                              1 arah                    –
Push Down                                    Read Only                             1 arah                 stack
Linear-Bounded                            R/W                                       2 arah                  (bounded)
Turing Machine                             R/W                                     2 arah                   (unbounded)
Pada bahasan ini jenis automata yang akan dipakai adalah Finite State Automata (FSA). FSA adalah mesin yang dapat mengenali kelas bahasa reguler dan memiliki sifat-sifat :
1. Pita masukan (input tape) berisi rangkaian simbol (string) yang berasal dari himpunan
simbol / alfabet.
2. Setiap kali setelah membaca satu karakter, posisi read head akan berada pada simbol
berikutnya.
3. Setiap saat, FSA berada pada status tertentu
4. Banyaknya status yang berlaku bagi FSA adalah berhingga.
Suatu FSA didefenisikan sebagai F = (Q, S, q0, d, F) dengan
Q = himpunan state(keadaan)
∑ = himpunan input                                                                                                                   q0 e Q adalah keadaan awal
&= Q x S .. Q adalah tabel transisi
F = keadaan akhir
Suatu NFA dapat direpresentasikan dalam bentuk bagan sebagai suatu graf yang diberi label dan disebut dengan graf transisi. Dalam graf transisi ini nodal adalah state dan label dari sisi menyatakan fungsi transisi, contoh Graf transisi NFA dapat dilihat pada
gambar1.
Gambar 1. diatas mempunyai defenisis formal sebagai berikut :
Q  = {0, 1, 2, 3, 4}
∑ = {a,b}
q0 = 0
F = {2, 4}
&= diagram transisi dapat dilihat pada tabel 1

 Kecerdasan Buatan

Kusumadewi [1] Kecerdasan Buatan adalah bidang ilmu yang mendasarkan bagaimana sebuah komputer bisa bertindak seperti dan sebaik manusia. Dewasa ini, Penggunaan kecerdasan buatan dibutuhkan diberbagai disiplin ilmu. Irisan antara psikologi dan kecerdasan Buatan melahirkan area cognition and psycolinguistic. Irisan antara teknik elektro dengan kecerdasan buatan melahirkan ilmu : pengolahan citra, teori kendali, pengenalan pola dan robotika. Irisan ilmu manajemen dan kecerdasan buatan
menghasilkan sistem pendukung keputusan.
Adanya irisan penggunaan kecerdasan buatan diberbagai disiplin ilmu menyebabkab
cukup rumitnya untuk mengklasifikasikan lingkup bidang ilmu kecerdasan buatan, sehingga pengklasifikasian lingkup kecerdasan buatan didasarkan pada output yang diberikan yaitu pada aplikasi komersial.
Lingkup aplikasi kecerdasan buatan meliputi :
1. sistem pakar
2. Pengolahan bahasa alami
3. Pengenalan ucapan
4. Robotika dan sistem sensor
5. Computer vision
6. Problem solving and planning
7. Permainan
Secara umum untuk membangun suatu sistem yang mampu menyelesaikan masalah,perlu dipertimbangkan 4 hal yaitu:
1. Mendefenisikan masalah dengan tepat. Pendefenisian ini mencakup spesifikasi
yang tepat mengenai keadaan awal dan solusi yang diharapkan.
2. Menganalisis masalah tersebut serta mencari beberapa teknik penyelesaian
masalah yang sesuai.
3. Merepresentasikan pengetahuan yang perlu untuk menyelesaikan masalah tersebut.
4. memilih teknik penyelesaian masalah yang terbaik.
Disamping itu NFA diatas mengandung e-move, (e berarti empty) yang artinya dapat merubah keadaan/ state tanpa membaca input. Pada gambar 1. diatas state 0 dapat berpindah ke state 1 atau state 3 tanpa membaca input.
Selanjutnya bahasa-bahasa yang diterima oleh suatu automata berhingga bisa
dinyatakan secara sederhana dengan ekspressi regular (Regular Expression / RE). RE memberikan suatu pola atau template untuk untai/ string dari suatu bahasa. RE pada gambar diatas adalah aa*| bb*. * artinya dapat diulang mulai 0 – n kali, dan | berarti “atau”.
Studi Kasus Permainan Ember Air
Terdapat 2 buah ember air nasing-masing berkapasitas 4 liter (ember A) dan 3 liter (ember B). Tidak ada tanda yang menunjukkan batas ukuran pada kedua ember tersebut. Bagaimanakah dapat diisi tepat 2 liter air ke dalam ember yangberkapasitas 4 liter ?
Untuk menyelesaikan masalah di atas maka dilakukan langkah-langkah berikut :
a. Mendefenisikan Masalah dan Representasi
Ruang Keadaan
Keadaan awal : kedua ember kosong (0,0)
Keadaan akhir / solusi : Ember A tepat berisi 2 liter air dan ember B sembarang (2, n)
Operator / aturan yang mungkin dilakukan dapat dilihat pada tabel 2.
                                        Tabel 2. Aturan Aturan Masalah Ember Air
Teknik penyelesaian masalah
Masalah tersebut akan dimodelkan dengan teori automata.
Pemodelan Permainan Ember Air dengan Teori automata
Untuk memodelkan penyelesaian permasalahan permainan ember air di atas dengan menggunakan FSA adalah sebagai berikut :
Ember Air = (Q, S, S, d, F) dengan :
Q = { (0,0), (1,0), (2,0), (3,0), (4,0), (0,1), (4,1), (0,2),
       (4,2), (0,3), (1,3), (2,3), (3,3), (4,3)}
∑= { 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10}
S = (0,0)
F = {(2,0), (2,3)}
&= lihat tabel 3
Dari defenisi formal di atas maka dapat digambarkan diagram FSA seperti Pada gambar. Pada gambar 2 dapat dilihat bahwa string yag dikenali oleh mesin tersebut adalah : 2 9 2 7 5 9, 5 9 2 9 5 7, 2 9 2 7 6 9 2 9 5 7, 5 9 5 9 2 7 5 9 , … Tetapi dari string-string yang dikenali tersebut 2 9 2 7 5 9 dan 5 9 2 9 5 7 adalah jalur terpendek.
tudi Kasus Diagnosa Penyakit Sinusitis
Akan dibangun sebuah sistem pakar untuk diagnosis penyakit sinusitis yag dibatasi atas 4 jenis dan gejalanya masing masing seperti yang terlihat pada tabel 4. Untuk menyelesaikan masalah ini akan dimodelkan keputusannya menggunakan diagram FSA.
Adapun defenisi Formal diagram FSA untuk kasus ini adalah sebagai berikut :
Diagnosa = (Q, S, S, d, F) dengan :
Q = {G1, G2, G3, G4, G5, G6, G7, G8, G9, G10, Maksilaris, Frontalis, Etmoidalis,
Sfenoidalis }                                                                                                                                     ∑ = { ya,tidak}                                                                                                                                  S = G1
F = {G10, Maksilaris, Frontalis, Etmoidalis, Sfenoidalis}
&= lihat tabel 5
dari defenisi formal di atas maka dapat digambarkan diagram FSA seperti pada     gambar 3. Pada gambar 3 dapat dilihat bahwa string yag dikenali oleh mesin tersebut adalah  G10 ( Tidak dpt disimpulkan) = T | YT| YYT|YYYT|YYYYYT| YYYYYYYT,
Etmoidalis = YYYYTT
Maksilaris = YYYYTY
Frontalis = YYYYYYT
Sfenoidalis= YYYYYYYY

Tabel 5. Tabel transisi Penyakit Sinusitis
Jadi Teori automata khususnya Finite State Automata(FSA) dapat digunakan untuk memodelkan pemecahan masalah / solusi dari permasalahan-permasalahan dari aplikasi
yang berbasis kecerdasan buatan. Kelebihan pemodelan menggunakan FSA ini
dibandingkan dengan pemakaian pohon keputusan adalah struktur yang lebih
sederhana jika terdapat beberapa state / keadaan yag muncul berulang kali.
Read More

Tugas Teori Bahasa & Automata, Finite State Automata (FSA)

        diagram

M = ( Q, ∑, δ, S, F )

Q = { A, B, C, D, E }
∑ = { a, b, c, d, e, f }
S = A
F = { A, C, D }

Tabel Transisi
δ
a
b
c
d
e
f
A
C
B
0
0
0
0
B
E
0
D
E
0
0
C
0
0
D
E
D
E
D
0
0
0
0
0
0
E
0
0
0
0
0
0

Inputan yang diterima
- bc, a, ac, ae
  1. δ (A, bc) => δ (B, c) => D (Diterima)
  2. δ (A, a) => C (Diterima)
  3. δ (A, ac) => δ (C, c) => D (Diterima)
  4. δ (A, ae) => δ (C, e) => D (Diterima)

Inputan yang ditolak
- b, ad, af, ba, bd
  1. δ (A, b) => B (Ditolak)
  2. δ (A, ad) => δ (C, d) => E (Ditolak)
  3. δ (A, af) => δ (C, f) => E (Ditolak)
  4. δ (A, ba) => δ (B, a) => E (Ditolak)
  5. δ (A, bd) => δ (B, d) => E (Ditolak)

Read More

Teori Bahasa Automata Nondeterministic Finite Automata (NFA)


 














Q = { q0,q1,q2,q3,q4 }
∑ = { a,b,c }
S = q0
F = { q4 }



Tabel Transisi Bahasa dan Automata
δ
a
b
c

q0
q1
q2
q3
q4
{q0,q1}
{q1,q4}
{q2}
{q3}
0
{q0,q2}
{q1}
{q2.q4}
{q3}
0
{q0,q3}
{q1}
{q2}
{q3,q4}
0


Inputan yang diterima
1. aabb
    M (q0,aabb) ⇒ M(q0,abb) ∪ M(q1,abb) ⇒ {M(q0,bb) ∪ M(q1,bb)} ∪ M(q1,bb)
     ⇒ {{M(q0,b) ∪ M(q2,b)} ∪ M(q1,b)} ∪ M(q1,b)
     ⇒ {{{q0,q2} ∪ {q2,q4}} ∪ {q1}} ∪ {q1} = {q0,q1,q2,q4}
2. cbc
    M (q0,cbc) ⇒ M (q0,bc) ∪ M (q3,bc) ⇒ {M(q0,c) ∪ M(q2,c)} ∪ M(q3,c)
     ⇒ {{q0,q3} ∪ {q2}} ∪ {q3,q4} = {q0,q2,q3,q4}
3. abaa
    M (q0,abaa) ⇒ M(q0,baa) ∪ M(q1,baa) ⇒ {M(q0,aa) ∪ M(q2,aa)} ∪ M(q1,aa)
    ⇒ {{M(q0,a) ∪ M(q1,a)} ∪ M(q2,a)} ∪ {M(q1,a) ∪ M(q4,a)}
    ⇒ {{q0,q1} ∪ {q1,q4} ∪ {q2}} ∪ {q1,q4} = {q0,q1,q2,q4}
4. bbab
    M (q0,babb) ⇒ M(q0,abb) ∪ M(q2,abb) ⇒ {M(q0,bb) ∪ M(q1,bb)} ∪ M(q2,bb)
    ⇒ {{M(q0,b) ∪ M(q2,b)} ∪ M(q1,b)} ∪ {M(q2,b) ∪ M(q4,b)}
    ⇒ {{q0,q2} ∪ {q2,q4} ∪ {q1}} ∪ {q2,q4} = {q0,q1,q2,q4}
5. cabc
    M (q0,cabc) ⇒ M(q0,abc) ∪ M(q3,abc) ⇒ {M(q0,bc) ∪ M(q1,bc)} ∪ M(q3,bc)
    ⇒ {{M(q0,c) ∪ M(q2,c)} ∪ M(q1,c)} ∪ M(q3,c)}           
    ⇒ {{q0,q3} ∪ {q2} ∪ {q1} ∪ {q3,q4}} = {q0,q1,q2,q3,q4}


Inputan yang Tidak diterima
1. abc
M (q0,abc) ⇒ M(q0,bc) ∪ M(q1,bc) ⇒ {M(q0,c) ∪ M(q2,c)} ∪ M(q1,c)
⇒ {{q0,q3} ∪ {q2}} ∪ {q1} = {q0,q1,q2,q3}
2. cab
M (q0,cab) ⇒ M(q0,ab) ∪ M(q3,ab) ⇒ {M(q0,b) ∪ M(q1,b)} ∪ M(q3,b)
⇒ {{q0,q2} ∪ {q1}} ∪ {q3} = {q0,q1,q2,q3}
3. cba
M (q0,cba) ⇒ M(q0,ba) ∪ M(q3,ba) ⇒ {M(q0,a) ∪ M(q2,a)} ∪ M(q3,a)
⇒ {{q0,q1} ∪ {q2} ∪ {q3}} = {q0,q1,q2,q3}
4. bac
M (q0,bac) ⇒ M(q0,ac) ∪ M(q2,ac) ⇒ {M(q0,c) ∪ M(q1,c)} ∪ M(q2,c)
⇒ {{q0,q3} ∪ {q1}} ∪ {q2} = {q0,q1,q2,q3}
5. aab
M (q0,aab) ⇒ M(q0,ab) ∪ M(q1,ab) ⇒ {M(q0,b) ∪ M(q1,b)} ∪ {M(q1,b) ∪ M(q4,b)}
⇒ {{q0,q2} ∪ {q1}} ∪ {q1} = {q0,q1,q2}
Read More

TEORI BAHASA DAN AUTOMATA



Teori Bahasa

Teori bahasa membicarakan bahasa formal (formal language), terutama untuk kepentingan perancangan kompilator (compiler) dan pemroses naskah (text processor). Bahasa formal adalah kumpulan kalimat. Semua kalimat dalam sebuah bahasa dibangkitkan oleh sebuah tata bahasa (grammar) yang sama. Sebuah bahasa formal bisa dibangkitkan oleh dua atau lebih tata bahasa berbeda. Dikatakan bahasa formal karena grammar diciptakan mendahului pembangkitan setiap kalimatnya. Bahasa manusia bersifat sebaliknya; grammar diciptakan untuk meresmikan kata-kata yang hidup di masyarakat. Dalam pembicaraan selanjutnya ‘bahasa formal’ akan disebut ‘bahasa’ saja.

Automata

Automata adalah mesin abstrak yang dapat mengenali (recognize), menerima (accept), atau membangkitkan (generate) sebuah kalimat dalam bahasa tertentu.

Beberapa Pengertian Dasar Bahasa dan Automata

·         Simbol adalah sebuah entitas abstrak (seperti halnya pengertian titik dalam geometri). Sebuah huruf atau sebuah angka adalah contoh simbol.
·         String adalah deretan terbatas (finite) simbol-simbol. Sebagai contoh, jika a, b, dan c adalah tiga buah simbol maka abcb adalah sebuah string yang dibangun dari ketiga simbol tersebut.
·         Jika w adalah sebuah string maka panjang string dinyatakan sebagai ïwï dan didefinisikan sebagai cacahan (banyaknya) simbol yang menyusun string tersebut. Sebagai contoh, jika w = abcb maka ïwï= 4.
·         String hampa adalah sebuah string dengan nol buah simbol. String hampa dinyatakan dengan simbol e (atau ^) sehingga ïeï= 0. String hampa dapat dipandang sebagai simbol hampa karena keduanya tersusun dari nol buah simbol.
·         Alfabet adalah hinpunan hingga (finite set) simbol-simbol


Operasi Dasar String

Diberikan dua string : x = abc, dan y = 123
·         Prefik string w adalah string yang dihasilkan dari string w dengan menghilangkan nol atau lebih simbol-simbol paling belakang dari string w tersebut.
Contoh : abc, ab, a, dan e adalah semua Prefix(x)
·         ProperPrefix string w adalah string yang dihasilkan dari string w dengan menghilangkan satu atau lebih simbol-simbol paling belakang dari string w tersebut.
Contoh : ab, a, dan e adalah semua ProperPrefix(x)
·         Postfix (atau Sufix) string w adalah string yang dihasilkan dari string w dengan menghilangkan nol atau lebih simbol-simbol paling depan dari string w tersebut.
Contoh : abc, bc, c, dan e adalah semua Postfix(x)
·         ProperPostfix (atau PoperSufix) string w adalah string yang dihasilkan dari string w dengan menghilangkan satu atau lebih simbol-simbol paling depan dari string w tersebut.
Contoh : bc, c, dan e adalah semua ProperPostfix(x)
·         Head string w adalah simbol paling depan dari string w.
Contoh : a adalah Head(x)

·         Tail string w adalah string yang dihasilkan dari string w dengan menghilangkan simbol paling depan dari string w tersebut.
Contoh : bc adalah Tail(x)
·         Substring string w adalah string yang dihasilkan dari string w dengan menghilangkan nol atau lebih simbol-simbol paling depan dan/atau simbol-simbol paling belakang dari string w tersebut.
Contoh : abc, ab, bc, a, b, c, dan e adalah semua Substring(x)
·         ProperSubstring string w adalah string yang dihasilkan dari string w dengan menghilangkan satu atau lebih simbol-simbol paling depan dan/atau simbol-simbol paling belakang dari string w tersebut.
Contoh : ab, bc, a, b, c, dan e adalah semua Substring(x)
·         Subsequence string w adalah string yang dihasilkan dari string w dengan menghilangkan nol atau lebih simbol-simbol dari string w tersebut.
Contoh : abc, ab, bc, ac, a, b, c, dan e adalah semua Subsequence(x)
·         ProperSubsequence string w adalah string yang dihasilkan dari string w dengan menghilangkan satu atau lebih simbol-simbol dari string w tersebut.
Contoh : ab, bc, ac, a, b, c, dan e adalah semua Subsequence(x)
·         Concatenation adalah penyambungan dua buah string. Operator concatenation adalah concate atau tanpa lambang apapun.
Contoh : concate(xy) = xy = abc123
·         Alternation adalah pilihan satu di antara dua buah string. Operator alternation adalah alternate atau ½.
Contoh : alternate(xy) = x½y = abc atau 123
·         Kleene Closure : x* = e½x½xx½xxx½… = e½x½x½x½
·         Positive Closure : x = x½xx½xxx½… = x½x½x½


Beberapa Sifat Operasi

·         Tidak selalu berlaku : x = Prefix(x)Postfix(x)
·         Selalu berlaku : x = Head(x)Tail(x)
·         Tidak selalu berlaku : Prefix(x) = Postfix(x) atau Prefix(x) ¹ Postfix(x)
·         Selalu berlaku : ProperPrefix(x) ¹ ProperPostfix(x)
·         Selalu berlaku : Head(x) ¹ Tail(x)
·         Setiap Prefix(x), ProperPrefix(x), Postfix(x), ProperPostfix(x), Head(x), dan Tail(x) adalah Substring(x), tetapi tidak sebaliknya
·         Setiap Substring(x) adalah Subsequence(x), tetapi tidak sebaliknya
·         Dua sifat aljabar concatenation :
¨      Operasi concatenation bersifat asosiatif : x(yz) = (xy)z
¨      Elemen identitas operasi concatenation adalah e : ex = xe = x
·         Tiga sifat aljabar alternation :
¨      Operasi alternation bersifat komutatif : x½y = y½x
¨      Operasi alternation bersifat asosiatif : x½(y½z) = (x½y)½z
¨      Elemen identitas operasi alternation adalah dirinya sendiri : x½x = x
·         Sifat distributif concatenation terhadap alternation : x (y½z) = xy½xz
·         Beberapa kesamaan :
¨      Kesamaan ke-1 : (x*)* = (x*)
¨      Kesamaan ke-2 : e½x = x½e = x*
¨      Kesamaan ke-3 : (x½y)* = e½x½y½xx½yy½xy½yx½… = semua string yang merupakan concatenation dari nol atau lebih x, y, atau keduanya.
II.    GRAMMAR DAN BAHASA

Konsep Dasar Gramar Teori Bahasa dan Automata

1.      Dalam pembicaraan grammar, anggota alfabet dinamakan simbol terminal atau token.
2.      Kalimat adalah deretan hingga simbol-simbol terminal.
3.      Bahasa adalah himpunan kalimat-kalimat. Anggota bahasa bisa tak hingga kalimat.
4.      Simbol-simbol berikut adalah simbol terminal :
·         huruf kecil awal alfabet, misalnya : a, b, c
·         simbol operator, misalnya : +, -, dan ´
·         simbol tanda baca, misalnya : (, ), dan ;
·         string yang tercetak tebal, misalnya : if, then, dan else.
5.      Simbol-simbol berikut adalah simbol non terminal :
·         huruf besar awal alfabet, misalnya : A, B, C
·         huruf S sebagai simbol awal
·         string yang tercetak miring, misalnya : expr dan stmt.
6.      Huruf besar akhir alfabet melambangkan simbol terminal atau non terminal, misalnya : X, Y, Z.
7.      Huruf kecil akhir alfabet melambangkan string yang tersusun atas simbol-simbol terminal, misalnya : x, y, z.
8.      Huruf yunani melambangkan string yang tersusun atas simbol-simbol terminal atau simbol-simbol non terminal atau campuran keduanya, misalnya : a, b, dan g.
9.      Sebuah produksi dilambangkan sebagai a ® b, artinya : dalam sebuah derivasi dapat dilakukan penggantian simbol a dengan simbol b.
10.  Simbol a dalam produksi berbentuk a ® b disebut ruas kiri produksi sedangkan simbol b disebut ruas kanan produksi.
11.  Derivasi adalah proses pembentukan sebuah kalimat atau sentensial. Sebuah derivasi dilambangkan sebagai : a Þ b.
12.  Sentensial adalah string yang tersusun atas simbol-simbol terminal atau simbol-simbol non terminal atau campuran keduanya.
13.  Kalimat adalah string yang tersusun atas simbol-simbol terminal. Jelaslah bahwa kalimat adalah kasus khusus dari sentensial.
14.  Pengertian terminal berasal dari kata terminate (berakhir), maksudnya derivasi berakhir jika sentensial yang dihasilkan adalah sebuah kalimat (yang tersusun atas simbol-simbol terminal itu).
15.  Pengertian non terminal berasal dari kata not terminate (belum/tidak berakhir), maksudnya derivasi belum/tidak berakhir jika sentensial yang dihasilkan mengandung simbol non terminal.


Grammar dan Klasifikasi Chomsky

Grammar G didefinisikan sebagai pasangan 4 tuple : V, V, S, dan Q, dan dituliskan sebagai G(V, V, S, Q), dimana :
V         : himpunan  simbol-simbol  terminal  (atau  himpunan  token -token, atau alfabet)
V        : himpunan simbol-simbol non terminal
S Î V : simbol awal (atau simbol start)
Q         : himpunan produksi

Berdasarkan komposisi bentuk ruas kiri dan ruas kanan produksinya (a ® b), Noam Chomsky mengklasifikasikan 4 tipe grammar :
1.      Grammar tipe ke-0 : Unrestricted Grammar (UG)
Ciri : a, b Î (V½V)*, ïaï> 0
2.      Grammar tipe ke-1 : Context Sensitive Grammar (CSG)
Ciri : a, b Î (V½V)*, 0 < ïaï £ ïbï
3.      Grammar tipe ke-2 : Context Free Grammar (CFG)
Ciri : a Î V, b Î (V½V)*
4.      Grammar tipe ke-3 : Regular Grammar (RG)
Ciri : a Î V, b Î {V, VV} atau a Î V, b Î {V, VV}


Mengingat ketentuan simbol-simbol (hal. 3 no. 4 dan 5), ciri-ciri RG sering dituliskan sebagai : a Î V, b Î {a, bC} atau a Î V, b Î {a, Bc}

Tipe sebuah grammar (atau bahasa) ditentukan dengan aturan sebagai berikut :

A language is said to be type-i (i = 0, 1, 2, 3) language if it can be specified by a type-i grammar but can’t be specified any type-(i+1) grammar.



Contoh Analisa Penentuan Type Grammar

1.      Grammar G dengan Q = {S ® aB, B ® bB, B ® b}. Ruas kiri semua produksinya terdiri dari sebuah V maka G kemungkinan tipe CFG atau RG. Selanjutnya karena semua ruas kanannya terdiri dari sebuah V atau string VV maka G adalah RG.
2.      Grammar G dengan Q = {S ® Ba, B ® Bb, B ® b}. Ruas kiri semua produksinya terdiri dari sebuah V maka G kemungkinan tipe CFG atau RG. Selanjutnya karena semua ruas kanannya terdiri dari sebuah V atau string VV maka G adalah RG.
3.      Grammar G dengan Q = {S ® Ba, B ® bB, B ® b}. Ruas kiri semua produksinya terdiri dari sebuah V maka G kemungkinan tipe CFG atau RG. Selanjutnya karena ruas kanannya mengandung string VV (yaitu bB) dan juga string VV (Ba) maka G bukan RG, dengan kata lain G adalah CFG.
4.      Grammar G dengan Q = {S ® aAb, B ® aB}. Ruas kiri semua produksinya terdiri dari sebuah V maka G kemungkinan tipe CFG atau RG. Selanjutnya karena ruas kanannya mengandung string yang panjangnya lebih dari 2 (yaitu aAb) maka G bukan RG, dengan kata lain G adalah CFG.
5.      Grammar G dengan Q = {S ® aA, S ® aB, aAb ® aBCb}. Ruas kirinya mengandung string yang panjangnya lebih dari 1 (yaitu aAb) maka G kemungkinan tipe CSG atau UG. Selanjutnya karena semua ruas kirinya lebih pendek atau sama dengan ruas kananya maka G adalah CSG.
6.      Grammar G dengan Q = {aS ® ab, SAc ® bc}. Ruas kirinya mengandung string yang panjangnya lebih dari 1 maka G kemungkinan tipe CSG atau UG. Selanjutnya karena terdapat ruas kirinya yang lebih panjang daripada ruas kananya (yaitu SAc) maka G adalah UG.


Derivasi Kalimat dan Penentuan Bahasa

Tentukan bahasa dari masing-masing gramar berikut :
1.      G dengan Q = {1. S ® aAa,  2. A ® aAa,  3. A ® b}.
Jawab :
Derivasi kalimat terpendek :                     Derivasi kalimat umum :
S Þ aAa   (1)                                            S Þ aAa         (1)
   Þ aba     (3)                                               Þ aaAaa      (2)
                                                                       ¼
                                                                     Þ aAa    (2)
                                                                     Þ aba     (3)
Dari pola kedua kalimat disimpulkan : L(G) = { aba½ n ³ 1}

2.      G dengan Q = {1. S ® aS,  2. S ® aB,  3. B ® bC,  4. C ® aC,  5. C ® a}.
Jawab :
Derivasi kalimat terpendek :                     Derivasi kalimat umum :
S Þ aB     (2)                                            S Þ aS                        (1)
   Þ abC    (3)                                                 ¼
   Þ aba     (5)                                               Þ aS                   (1)    
                                                                     Þ aB                     (2)
                                                                     Þ abC                   (3)
                                                                     Þ abaC                 (4)
                                                                       ¼
                                                                     Þ abaC           (4)
                                                                     Þ aba                (5)
Dari pola kedua kalimat disimpulkan : L (G) = { aba½ n ³ 1, m ³ 1}

3.      G dengan Q = {1. S ® aSBC,  2. S ® abC,  3. bB ® bb, 
 4. bC ® bc,  5. CB ® BC,  6. cC ® cc}.
Jawab :
Derivasi kalimat terpendek 1:                   Derivasi kalimat terpendek 3 :
S Þ abC   (2)                                            S Þ aSBC                   (1)
   Þ abc     (4)                                              Þ aaSBCBC           (1)
Derivasi kalimat terpendek 2 :                     Þ aaabCBCBC       (2)
S Þ aSBC             (1)                                   Þ aaabBCCBC       (5)
   Þ aabCBC        (2)                                   Þ aaabBCBCC       (5)
   Þ aabBCC        (5)                                   Þ aaabBBCCC       (5)
   Þ aabbCC         (3)                                   Þ aaabbBCCC        (3)
   Þ aabbcC          (4)                                   Þ aaabbbCCC         (3)
   Þ aabbcc           (6)                                   Þ aaabbbcCC          (4)
                                                                     Þ aaabbbccC           (6)
                                                                     Þ aaabbbccc            (6)
Dari pola ketiga kalimat disimpulkan : L (G) = { abc½ n ³ 1}




Menentukan Grammar Sebuah Bahasa

1.      Tentukan sebuah gramar regular untuk bahasa L = { a½ n ³ 1}
Jawab :
Q(L) = {S ® aS½a}
2.      Tentukan sebuah gramar bebas konteks untuk bahasa :


L : himpunan bilangan bulat non negatif ganjil

Jawab :
Langkah kunci : digit terakhir bilangan harus ganjil.
Buat dua buah himpunan bilangan terpisah : genap (G) dan ganjil (J)
Q(L) = {S ® J½GS½JS,  G ® 0½2½4½6½8,  J ® 1½3½5½7½9}
3.      Tentukan sebuah gramar bebas konteks untuk bahasa :

L = himpunan semua identifier yang sah menurut bahasa pemrograman Pascal dengan batasan : terdiri dari simbol huruf kecil dan angka, panjang identifier boleh lebih dari 8 karakter

Jawab :
Langkah kunci : karakter pertama identifier harus huruf.
Buat dua buah himpunan bilangan terpisah : huruf (H) dan angka (A)
Q(L) = {S ® H½HT, T ® AT½HT½H½A,  H ® a½b½c½…,  A ® 0½1½2½…}
4.      Tentukan gramar bebas konteks untuk bahasa L(G) = {ab½n,m ³ 1, n ¹ m}
Jawab :
Langkah kunci : sulit untuk mendefinisikan L(G) secara langsung. Jalan keluarnya adalah dengan mengingat bahwa x ¹ y berarti x > y atau x < y.
L = LÈ L,  L ={ab½n  > m ³ 1}, L = {ab½1 £ n  < m}.
Q(L) = {A ® aA½aC, C ® aCb½ab}, Q(L) = {B ® Bb½Db, D® aDb½ab}
Q(L) = {S® A½B, A ® aA½aC, C ® aCb½ab, B ® Bb½Db, D® aDb½ab}
5.      Tentukan sebuah gramar bebas konteks untuk bahasa :
L = bilangan bulat non negatif genap. Jika bilangan tersebut terdiri dari dua digit atau lebih maka nol tidak boleh muncul sebagai digit pertama.
Jawab :
Langkah kunci : Digit terakhir bilangan harus genap. Digit pertama tidak boleh nol. Buat tiga himpunan terpisah : bilangan genap tanpa nol (G), bilangan genap dengan nol (N), serta bilangan ganjil (J).
Q(L) = {S ® N½GA½JA, A ® N½NA½JA, G® 2½4½6½8,  N® 0½2½4½6½8, J ® 1½3½5½7½9}





Read More